Bumi dan Manusia
Oleh: Saeful Fatah
Menurut Johann Wolfgang von Goethe: 3000 tahun lamanya manusia menggali pemikiranya terhadap fenomena yang terjadi, baik datang dari alam atau dari manusia itu sendiri. Sifat manusia yang skeptis terhadap perubahan lingkungan adalah salah satu faktornya. Disisi lain ini adalah proses transformasi peradaban yang terus berjalan dinamis bahkan hingga sekarang. Disetiap era-nya selalu mewariskan budaya dan kekhasan berpandangan terhadap suatu masalah. Kemudian yang menarik adalah proses transisi kebudayaan lama ke kebudayan baru selalu mengundang perdebatan hebat antara kaum konservatif dan kaum pembaharu. Bukan tidak mungkin proses ini mengundang peristiwa sejarah – sejarah besar dunia dan menjadi penanda peralihan kebudayaan. Seperti halnya Revolusi Perancis (1789-1799) yang mengubah sudut pandang dunia terhadap budaya feodalistik yang dirasa tidak agi relevan dan logis untuk di jadikan budaya masyrakat dunia kedepan. Kemabali kepada era kontemporer ini rupanya banyak juga budaya atau kebiasaan yang harus kita koreksi bersama. Rupanya yang menjadi pusaran pemikiran penulis adalah keharusan tranformasi pemikiran manusia dalam memaknai relasi antara manusia dan bumi.
Sejarah Ilmu pengetahuan dan Teknologi
Kelahiran Ilmu pengetahuan dan Teknologi adalah sebuah sejarah dan pergulatan panjang bagi manusia. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang kita rasakan bersama sekarang ini adalah proses pengejawantahan dari sulitnya manusia bertahan hidup terhadap tantangan Alam. Segala kemudahan hidup yang kita rasakan adalah atas kemajuan ilmu pengetahuan dan tenologi. Jika kita berpandangan lewat sejarah barat ilmu pengetahuan berangkat dari era Klasik, dimana ilmu pengetahuan belum menemukan tempat yang mapan sebagai jawaban dari segala fenomena alam. Namun banyak para pemikir di era itu yang menduga – duga dan mencoba menjawab segala misteri di alam semesta ini. salah satunya adalah Democritus yang menyampaikan teori kematerian yang kemudian kita kenal dengan teori atom. Ilmu pengetahuan sedikit demi sedikit mulai mendapatkan panggung pertunjukannya, walau pun belum ada pemisahan spesifik terhadap materi yang di kaji. di Abad Pertengahan, seorang pastur gereja bernama Nicolas Copernicus yang gemar melakukan perhitungan matematis terhadap perubahan bintang – bintang, menemukan teori baru tentang Matahari sebagai pusat perputaran planet Heliosentris. Pendapatnya bertentangan dengan greja yang waktu itu menyatakan bahwa Bumi adalah Pusat perputaran Planet Geosentris. Alhasil karna pendapatnya Nicolas Copenicus harus kehilangan nyawanya. Lalu baru di era Renaisains ilmu pengetahuan menjadi begitu tersohor dan menjadi tumpuan bagi manusia untuk bisa bertahan hidup.
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi, sedikit demi sedikit membuka pandangan manusia, menjadiakan budaya ilmiah sebagai Problem Solve atas tantangan kehidupan. Bergeser di era Modern – Postmodern ternyata memunculkan sebuah bentuk refleksi baru atas peran besar manusia terhadap perubahan bumi itu sendiri. Jika kita mengevaluasi serta memilah kembali terhadap sejarah dan kontribusi manusia terhadap pemanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Maka akan membentuk pandangan baru terhadap ambivalensi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bagai pedang bermata Dua yang bisa memberikan imbas positif atau negative. Ketidak selarasan relasi antara manusia (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan Bumi (Alam) adalah bentuk kegagalan manusia di era ini.
Fase Ke-emasan
Berdasarkan review dari Film Dokumenter ilmiah yang berjudul Home 2009 karya Yaan Arthus –Bertrand. Bumi kini diperkirakan berumur 2 milyar tahun, dimana pada awal pembentukan kehidupan pertama di duga berasal dari mahluk hidup ber sel tunggal archabacteria , mahluk hidup purba sederhana yang mampu hidup di lingkungan yang sangat ekstrim. Pada kelahiran kedua dengan menurunya suhu bumi munculah Algae yang mampu menangkap cahaya dan menyerap CO2 sehingga menghasilkan O2. Sehingga langit yang hampa hanya di penuhi karbon CO2, kini mulai terbentuk lapisan atmosfir yang kaya berbagai macam gas O3 (Ozon), N2 (Nitrogen), O2 (oksigen) dan gas lain yang mendukung kehidupan di bumi. Lapisan ini lah yang kemudian menjadi pelindung utama bumi dari ancaman luar semacam Meteor dan ateroid yang dapat membahayakan perkembangan kehidupan di dalamnya. Ditandai dengan lingkungan dan suhu bumi yang kian ramah untuk terciptanya kehidupan, bumi melahirkan bentuk kehidupan yang tertinggi yaitu “tanaman”. Tanaman adalah satu – satunya bentuk kehidupan yang mampu tumbuh melawan gravitasi dan mampu menangkap sinar matahari sehingga menghasilkan makanan yang bukan hanya untuk dirinya saja, tetapi untuk mahluk hidup di sekitarnya juga. Pada fase ini semua lingkaran keseimbangan mengalami masa ke-emasan. Udara yang baik untuk berkembang biak, tanah yang subur untuk tumbuh, dan air yang jernih untuk dahaga kehidupan.
Kemunculan Manusia
Manusia diperkirakan ada sejak 200.000 tahun yang lalu, namun kemampuan manusia mampu mengubah tata kehidupan di dalam bumi. Coba bandingkan dengan umur bumi 2 milyar tahun, baru mampu merubah segala isisnya. Apakah benar manusia berasal dari proses evolusi kehidupan di bumi? Atau bisa saya simpulkan manusia adalah mahluk hidup yang berasal dari luar angkasa, dalam karangan fiksi sains di sebut alien. Pasalnya Jika dalam ilmu biologi manusia tergolong ke dalam kerajaan Animalia dan termasuk ke dalam hewan mamalia, yang artinya manusia adalah kerabat hewan dan memilki kesamaan. Kenyataanya manusia sangat berbeda dengan hewan apalagi dengan Tanaman. manusia di anugrahi akal yang kemudian terus menuntunya untuk belajar dan menahlukan segala rintangan yang di berikan lingkungannya. Inilah yang kemudian menjadikan manusia mampu merubah isi bumi dalam waktu yang singkat.
ketika manusia sudah mulai metetap di suatu tempat dan mengenal cara bercocok tanam, manusia kini mulai beradab. Di berlakukan sistem sosial, hukum dan perdagangan. Meski semua aturan itu masih sangat sederhana namun dari tahap ini manusia (homo sapiens), memulai babak baru sebagai pemimpin kehidupan di bumi. Tanda perubahan kehidupan bumi oleh manusia ditandai dengan mulai ditemukanya sumber energi alam nonterbaharukan (minyak bumi, batu bara dan gas). Energi nonterbaharukan di gunakan untuk memenuhi keberlangsungan kehidupan manusia yang semakin kompleks. Ledakan jumlah penduduk dunia yang luar biasa berimbas pada eksploitas besar -besaran Sumber Daya Alam. Di bangun Jutaan sumur minyak dan tambang batu bara disetiap belahan bumi. Muncul apa yang disebut Revolusi Hijau dan Revolusi Industri sebagai pengejawantahan dari kerakusan Manusia. Semuanya hanya di tujukan demi terciptanya kenyamanan dan kesejahteraan kehidupan manusia.
Fenomena di temukannya sumber energi dari dalam perut bumi yang dapat di gunakan untuk mempermudah segala aktivitas manusia, kini mengalami babak kritis. Dikarnakan sumber energi tersebut dapat habis dan tidak dapat di perbaharui. Kini wajah bumi di penuhi oleh kepulan asap industri, di penuhi emisi gas kendaraan serta asap pembakaran batu bara yang bersumber dari energi nonterbaharukan. Belum lagi dengan fenomena kebakaran hutan yang sedang melanda Indonesia. Alhasil atmosfir kini di penuhi gas CO2 yang kita ketahui bersama karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global. Pieter Tans, seorang peneliti senior dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Menyatakan bahwa Pada tahun 1956 level CO2 mencapai 315ppm, sedang pada tahun 2013 mencapai 400ppm. Kenaikannya lebih dari 80ppm hanya terjadi 55 tahun. Untuk membandingkan perubahan iklim seperti ini di masa lalu, Tans merujuk pada akhir Zaman Es, hingga membutuhkan 7.000 tahun lagi sampai level karbondioksida kembali naik sebesar 80 ppm. Ia pun menambahkan "Apa yang kita lihat saat ini adalah 100 persen akibat aktivitas manusia." Sunggung bisa di bayangkan bencana apa yang menanti kita saat ini. perubahan Iklim yang tak menentu, kenaikan suhu di udara dan bencan global lainya.
Hutan yang berisi pepohonan dan segala bio difersitasnya kini terancam punah semata – mata demi kebutuhan manusia yang tak berbatas. Hutan yang dahulu dijadikan sebagai filter gas karbon di atmosfir, buffer dari laju air dan shelter bagi mahluk hidup di sekitarnya, kini kian mengkhawatirkan. Akibat dari aktivitas ilegaloging, perluasan perkebunan monoculture, pembuatan perumahan dan pembangunan indutri. Yang semata – mata bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan manusia yang tidak ada batasnya. Bumi yang berjuta – juta tahun membentuk hutan kini akan lenyap hanya dalam beberapa ratus tahun atau bahkan beberapa puluh tahun kedepan.
Elemen dasar pembentuk kehidupan kini sudah mulai terganggu, keseimbangan mulai goyah dan keberlangsungan kehidupan di bumi kian kritis. Air tercemar oleh limbah berbahaya bagi kehidupan, udara tercemar oleh gas yang mengancam kehidupan, tanah semakin kering gersang tak lagi bisa di tanami dan iklim yang tidak menetu dan menjadi sangat ekstrim. Masalah - masalah baru yang muncul tersebut, pada akhirnya akan di terima oleh manusia itu sendiri. Imbas negatifnya seperti bencana alam (banjir, longsor dan kekeringan), gagal panen, kelaparan, wabah penyakit baru, naiknya suhu permukaan bumi, naiknya permukaan air laut, menurunya populasi ikan dan berbagai bencana besar lainya.
Buka hanya soal relasi terhadap alam, kegagalan relasi manusia dengan manusia lainya juga nampak begitu jelas. Realita yang di jumpai di Indonesia dan Negara berkembang lainya bahwa semakin jelasnya jurang pemisah antara si miskin dan si kaya. Pemodal yang memiliki teknologi dan pengetahuan selalu mengisap dan menindas manusia lainya. Pendidikan yang belum mampu memerdekakan pemikian manusia namun harus di beli dengan harga mahal. Belum lagi biaya pengobatan yang mencekik rakyat kecil. Begitu satire manusia kini lebih menyukai sikap saling membenci, dari pada mencintai.
Re- konstruksi Pemikiran
Banyak yang bisa kita lakukan saat ini, di mulai dengan kebiasaan dan budaya baru yang ditanamkan pada sikap kita sehari – hari dalam memaknai bencana global ini. Manusia adalah bagian dari alam, Manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari alam dimana ia hidup. Keselarasan antara manusia dan alam merupakan kunci keselarasan hidup manusia. Lingkungan menjadi salah satu variabel yang memengaruhi kehidupan manusia. Maka muncul sebuah istilah “Apa yang akan di tanam manusia pada saat ini, manusia pula yang akan menuai hasilnya nanti”. Jika kita memperlakukan alam dengan baik maka kebaikan pula yang akan di berikan. Tetapi jika sebaliknya, alam pun akan memberikan hasil yang buruk. Kita harus mengkoreksi dan mengevaluasi habis –habisan prilaku, sikap, budaya dan moral yang mengkar di dalam setiap nafas. Mulailah dari kebiasan kebiasaan kecil seperti menghemat energi, mengurangi penggunaan plastic, berjalan kaki atau bersepeda. Berapa KWH listrik yang anda gunakan setiap hari dan berapa jauh anda berkendara setiap hari? Sebuah pertanyaan sederhana namun aktivitas yang kadang jarang di perhatikan, tanpa disadari telah mengarahkan nasib bumi ini menuju kehancuran.
Re-kontruksi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Berapa juta orang pandai dan berapa milyar manusia belajar di universitas ? apakah yang anda pelajari disana, untuk menjadi penyelamat atau menjadi penghancur? Ilmu ekonomi yang anda pelajari apakah hanya untuk memonopoli, Ilmu hukum yang anda geluti apakah hanya untuk memanipulasi, ilmu keguruan yang anda tahu apakah hanya untuk mengajarkan cara menjadi pengahncur, ilmu politik yang anda banggakan apakah hanya akan menjandi jalan menuju kehancuran. Ilmu pertanian yang anda praktikan apakah hanya untuk membangun perkebunan dan memperkaya diri???
Mari kita rubah konsep Ilmu pengetahuan dan pendidikan yang mampu mengarahkan manusia pada inovasi – inovasi pembaharuan energi yang ramah lingkungan. Banyak peluang yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan teknologi yang ramah lingkungan dan terbaharukan. Seperti Bio-diesel, Bio- etanol, Pembangkit listrik tenaga Surya, tenaga Angin, Geo Termal dan lain- lain. Sumber daya kita sangat banyak dan berpontesi di jadikan energi terbaharukan.
Menurut Kurniawan T Arif dalam Opininya yang berjudul Swadesi Energi “Terkait Indonesia, untuk keluar dari resiko keterbatasan energi, salah satu prasyarat utama yang mesti menjadi fokus penyiapan swadesi energi terbarukan adalah inovasi teknologi. Tentunya yang sesuai dengan karakter alam nusantara dan visibel secara bisnis. Dalam tahap ini, peranan peneliti dan tenaga ahli negeri ini sangat dibutuhkan untuk menyiapkan peta jalan ekosistem energi terbarukan di Indonesia. Semisal, teknologi panas bumi skala menengah yang cocok bagi sumber listrik di lombok dan sumbawa, atau teknologi turbin air yang cocok dengan sungai-sungai di Indonesia. Hal ini menjadi mutlak, agar peneliti kita menghasilkan invensi dan inovasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Indonesia, bukan negara lain, yang akhirnya seringkali -penelitian dan peneliti Indonesia- dibajak.
Selain itu, peran penting lainnya tentu datang dari Pemerintah. Suburnya penelitian dan bertumbuh banyaknya ‘kecambah’ tenaga ahli nan pintar di Indonesia, takkan berarti apa-apa tanpa ‘pupuk-pupuk’ seperti insentif, kebijakan feed in tariff, perijinan yang cepat dan efisien hingga perlindungan (baca: keberpihakan) pada industri dalam negeri. Tentu kita tak mau kecambah tersebut mengalami dormansi. Negeri ini butuh banyak benih unggul para peneliti dan tenaga ahli. Namun, tanpa didukung tempat tumbuh dan perawatan yang sesuai, panen kemandirian energi pun takkan kunjung terjadi.”
Ribuan tahun terlewati apakah kita manusia pada akhirnya hanya akan melihat kelahiran kehancuran kehidupandi bumi? Tentu itu bukan lah mimpi yang di cita –citakan dari manusia terdahulu. Mulai dari sekarang kita harus mulai mereformasi mental penjajah yang ada dalam diri kita, budaya over konsumsi yag tidak produktif dan budaya bermewah – mewahan yang mengarahkan pada kehancuran bumi. Saatnya kita belajar untuk merawat dan memperbaiki bumi ini, dengan hidup sederhana dan mengunakan segala sesuatunya sesuai kebutuhan.
“Tapi jangan lengah kawan
Di balik semua keindahan
Ada yang sembunyi tak kelihatan
Buka mata dan telinga
Bencana alam mengancam
Kapan saja… dia siap menerkam
Selamatkan bumi…selamatkan diri
Bekali dirimu dengan informasi”- Supermarket Bencana (Navicula)